Munarman SH,
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta
Penjara Guantanamo
Sementara itu, harian New York Times
melaporkan, dari. 595 orang yang ditahan di penjara Guantanamo Kuba,
hanya 24 orang saja yang dicurigai sebagai anggota Al-Qaidah. Harian
ini menuliskan, mengutip dari pejabat dinas intelijen dan pelaksana
undang-undang, ada hal yang dibesar-besarkan di Guantanamo. Di sana
tidak ada pemimpin Al-Qaidah maupun orang yang memiliki informasi
penting tentang Al-Qaidah. Informasi yang juga berhasil dikumpulkan dari
penjara tidaklah memiliki kepentingan besar dalam mencegah terjadinya
serangan.
Sebagaimana diketahui, kebanyakan para
tahanan yang dipenjarakan di Guantanamo adalah orang yang ditangkap
Amerika Serikat pada Perang Afghanistan akhir tahun 2001. Data ini
menunjukkan bahwa sebagian besar dari orang-orang yang ditangkap
tersebut tidak berhubungan dengan apa yang dituduhkan oleh Amerika
Serikat, alias salah tangkap.
Penjara Majar-I-Syarif
Sementara itu mengenai metode
penahanan dan kondisi tempat mereka ditahan dapat digambarkan sebagai
berikut. Menurut harian The Washington Post, penjara Amerika Serikat
terdiri dari tiga tingkatan: penjara, kamp penangkapan, dan pos
pemeriksaan. Ketiga hal ini terdapat di Irak, Afghanistan, Guantanamo,
dan tempat lainnya. Semuanya berada di bawah pengawasan Departemen
Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon). Di samping itu, ada penjara
rahasia, tempat para pembesar Al-Qaidah ditahan dan juga kantor
pemeriksaan yang berada di bawah dinas keamanan asing.
Penjara Kabul
Di Kabul terdapat sebuah penjara milik
CIA yang disebut dengan 'lubang' karena kondisinya yang tidak manusiawi
dan jauh dari memadai. Sementara di Irak, para tahanan penting ditahan
di penjara khusus dekat bandara Baghdad Internasional. Adapun di Qatar,
Amerika Serikat menahan orang penting Irak di penjara terasing di tengah
padang pasir.
Berdasarkan pada perkiraan Pentagon dan
dinas intelijen, ada sekitar 9000 orang yang ditangkap Amerika Serikat
di luar batasnya. Mereka ditangkap karena dituduh terlibat terorisme
atau kegiatan revolusioner. Mereka yang ditahan ini tak memiliki hak
pembelaan.
Di samping itu, masih ada sejumlah orang
yang ditahan pasukan asing dengan tekanan AS. Menteri Keadilan Qatar
mengatakan, mereka yang ditangkap di-dunia Arab lebih banyak daripada
yang ditangkap di Guantanamo. "Jumlah mereka ribuan," ujamya.
Penjara Abu Gharib
Radio Koln, Jerman, dalam laporan
terbarunya menyingkap keberadaan 24 penjara rahasia Amerika Serikat di
dunia yang 13 di antaranya benar-benar tersembunyi. Mengutip keterangan
Lembaga Human Rights Watch, Radio Koln menambahkan bahwa Amerika Serikat
memiliki banyak penjara rahasia di seluruh dunia, dan tidak hanya
terbatas pada penjara Irak dan penjara Guantanamo di Kuba saja.
Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon), dikabarkan tidak
membenarkan dan juga tidak menepis berita tentang keberadaan
penjara-penjara itu.
Laporan ini menyebutkan, menurut seorang
pakar HAM, Deborah Preschtein, penjara-penjara rahasia Amerika Serikat
itu tersebar di Afghanistan, Pakistan, Jordania, dan di wilayah militer
Amerika Serikat di benua India serta dalam kapal-kapal Perang Amerika
Serikat.
Harian Inggris Observer melaporkan pula,
Amerika Serikat menyembunyikan ribuan orang yang dituduh terlibat
terorisme ke dalam penjara rahasia di Amerika Serikat dan negara
sekutunya.
"Mereka ditangkap tanpa bukti apa pun sejak genderang perang terhadap terorisme dikumandangkan," ujar harian itu.
Di bawah laporan yang berjudul Dunia
Rahasia Penjara Amerika, harian itu mengatakan, selama tiga tahun Dinas
Keamanan Amerika telah memindahkan lebih dari tiga ribu orang yang
dituduh bergabung dengan Al-Qaidah dari penjara ke penjara lain di dunia
tanpa pengadilan dan di bawah operasi rahasia. Operasi pemindahan ini
meliputi pula tahanan Barat.
Mereka juga mengalami siksaan dalam
penggalian informasi. Ada kalanya mereka dibawa ke intelijen Amerika,
ada kalanya ke intelijen Inggris. Juru bicara Amnesti Intemasional,
Abdus Salam Sayyidi Ahmad, dalam wawancaranya dengan televisi Al-Jazeera
menyebutkan bahwa penyiksaan terhadap para tahanan di penjara Abu
Ghraib dan Guantanamo bukan merupakan kasus kebetulan, melainkan sebuah
aksi yang sudah terorganisasi.
Jenderal Antonio Taghoba
Donald Rumsfeld
Dalam laporan setebal 35 halaman yang
dikutip harian Al-Hayat itu disebutkan bahwa telah ditemukan sejumlah
pelanggaran hak tahanan antara Oktober - Desember 2003. Kejahatan yang
sudah direncanakan dan di luar undang-undang ini dilakukan secara
sengaja oleh anggota pasukan penjaga yang berada di bawah komando
kepolisian militer. Laporan ini juga diperkuat dengan bukti fotografi
yang sekarang ada di dinas investigasi tindak kejahatan.
Mengenai kejahatan di penjara Abu
Ghraib, laporan itu menyertakan sejumlah foto, di antaranya foto para
tahanan wanita dan laki-laki dalam keadaan telanjang, tahanan laki-laki
yang dipaksa memakai pakaian dalam wanita, tahanan yang diletakkan di
penjagaan babi anjing, dan pemerkosaan yang dilakukan seorang polisi.
Presiden Megawati Soekarnoputri
Menko. Polkam Susilo Bambang Yudhoyono
Pada 18 September 2002, Radio,
Nedherland Belanda, memuat .berita yang berisi, Presiden Indonesia
Megawati Sukarnoputri, lima Menteri, Kepala Polisi Indonesia, serta
Panglima TNI melakukan rapat mendadak menindaklanjuti informasi
intelejen Amerika Serikat, CIA tentang terorisme: Usai rapat Menko
Polkam Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pemerintah akan terus
mengklarifikasi adanya jaringan teroris Al-Qaidah di Indonesia.
Sementara itu Polisi tengah memeriksa seorang Jerman keturunan Arab
karena diduga terkait terorisme. Pemerintah di Jakarta mengakui bahwa
pihaknya telah menangkap operator Al-Qaidah di Indonesia pada 5 Juni
lalu. Omar Al-Faruq diduga adalah tokoh penting jaringan teroris itu di
Asia Tenggara. Menurut laporan dinas intelijen Amerika CIA, seperti yang
dikutip majalah Time, menyebut Al-Faruq terlibat dalam upaya pembunuhan
Presiden Indonesia Megawati Sukamoputri di tahun 1999 dan 2001. Selain
itu ia juga diduga terlibat pengeboman gereja di malam natal tahun 2000
yang menewaskan 18 orang serta melukai lebih dari 100 orang. Al- Faruq
berusia 31 tahun ditangkap di Cijeruk, pedesaan berhawa dingin di Jawa
Barat dekat Bogor
Omar al-Faruq
Segera sesudah informasi dan laporan
dinas intelijen Amerika CIA tersebut "diterima" oleh Pemerintah
Indonesia, puluhan aktivis kemudian ditangkap dan ditahan secara
diam-diam, atau dengan bahasa sehari-hari "diculik". Dari data- data
yang dimiliki oleh Yayasan LBH Indonesia dan Tim Pembela Korban
Undang-Undang Anti Terorisme (Tim KUAT); penangkapan tersebut tersebar
di beberapa wilayah, seperti Medan 10 orang, Riau 3 orang, Lampung 3
orang, Jabotabek 11 orang, Jawa Tengah (Solo, Sukoharjo dan Semarang) 14
orang, Jawa Timur 4 orang dan NTT 1 orang. Total keseluruhan
orang-orang yang ditangkap tersebut rneneapai 46 orang.
Tom Ridge
Bahkan, tidak cukup dengan laporan,
Amerika Serikat mengirimkan Menteri Keamanan Dalam Negerinya untuk
membicarakan agenda "Perang Melawan Terorisme" ke Indonesia, pada
tanggal 10 Maret 2004. Dalam kunjungan tersebut Tom Ridge, sang Menteri
Keamanan Dalam Negeri secara khusus menyebutkan bahwa Ustadz Abubakar
Ba'asyir akan diadili dengan cara lain, segera setelah ia mendengar
informasi mengenai putusan Mahkamah Agung yang mengurangi masa hukuman
Ustadz Abubakar Baasyir. Dalam pertemuan dengan mitranya Menko Polkam
waktu itu, Susilo Bambang Yudhoyono, yang berlangsung sekitar satu jam
itu, juga dibahas mengenai kerja sama memerangi terorisme.
"Ancaman terorisme dapat dicegah lewat
kerja sama antar negara. Indonesia adalah partner utama Pemerintah
Amerika Serikat di antara seluruh negara di Asia," jelas Ridge.
Ralph L. Boyce
Lain lagi ulah Dubes Amerika di
Jakarta, Rabu 28 Maret 2004, Ralph L. Boyce. Sang dubes mendatangi Ketua
PP. Muhammadiyah, Ahmad Syafi'i Ma'arif, di kantornya. Kedatangan
Boyce kali ini punya dua maksud. Pertama, mengantarkan nota resmi gedung
putih pada saat Ahmad Syafi'i Maarif sedang bersalaman dengan Bush.
Kedua, gedung putih memerintahkan Boyce mendatangi Syafi'i Ma'arif
supaya secara diam-diam bersedia menemui pejabat-pejabat Indonesia,
seperti Ketua Mahkamah Agung dan Kapolri agar tidak mengeluarkan
Abubakar Ba'asyir dari tahanan menjelang pemilu 5 April. Untuk keperluan
ini kedutaan Amerika akan membantu segala fasilitas yang diperlukan.
Syafi’i Ma’arif
Segera setelah dukungan atau lebih
tepatnya tekanan Intemasional kepada pihak Indonesia, aparat keamanan
Indonesia, yang saat ini mengedepankan kepolisian sebagai ujung tombak
dalam perang melawan terorisme ini, terlihat sibuk mengejar dan
menangkap orang-orang yang diduga terkait dengan tindakan teror di
Indonesia. Hampir keseluruhan orang-orang yang ditangkap oleh pihak
kepolisian tersebut adalah orang-orang yang pernah ke Afghanistan. Dalam
kesibukannya mengejar orang-orang yang menurut polisi terlibat dalam
kegiatan terorisme, bom terus meledak. Sejak peristiwa bom Bali, bom
Marriot dan kemudian bom Kuningan. Polisi terlihat. bingung dan
kehilangan akal dalam upayanya memerangi terorisme. Bahkan sampai-
sampai seorang Brigadir Jenderal Polisi memerlukan kongkow-kongkow di
cafe mewah untuk mendapatkan keterangan dan informasi mengenai jaringan
teroris di Indonesia, seminggu sebelum peristiwa bom Kuningan meledak.
Bom Bali
Aroma tak sedap tercium dari agenda
perang melawan terorisme tersebut. Jelas bahwa perang melawan terorisme
tersebut bukanlah muncul tiba-tiba dari sidang kabinet Pemerintah
Indonesia. Bahkan banyak pejabat tinggi, termasuk wakil Presiden
Indonesia, pada awalnya menolak tuduhan bahwa Indonesia adalah: "sarang
teroris" seperti yang dituduhkan oleh Lee Kwan Yew, Menteri Senior
Singapura yang membangun Dinasti Politik di Singapura tersebut adalah
orang yang pertama-tama melansir berita tentang aktivitas terorisme di
Indonesia. Kemudian berturut-turut media massa Internasional yang
berpangkalan di Amerika Serikat, melansir bahwa Indonesia dijadikan
pangkalan bagi para teroris. Penolakan Pemerintah Indonesia terhadap
berbagai tuduhan tersebut "membuahkan" peristiwa bom Bali. Menjadi
tergambar jelas bahwa dalam "Perang melawan Terorisme" ini terdapat
pola. Laporan intelijen dari Dinas' lntelijen Amerika CIA, pernyataan
dari "perwakilan" Amerika di kawasan Asia, Boming Informasi dari Media
Massa Amerika, baru kemudian tindakan aparat kepolisian Indonesia.
Lee Kuan Yew
Siapa saja yang tega berada di balik
berbagai peristiwa pemboman di Indonesia? Ini tentu pertanyaan yang
sangat sukar dijawab. Memang tidak mudah mengungkap dalang di balik
berbagai peristiwa pemboman tersebut. Apalagi berbagai skenario dan
opini yang sengaja menyesatkan terus dibangun oleh aparat keamanan.
Untuk urusan opini tersebut Pemerintah Amerika Serikat punya cara untuk
mengendalikan.
Jenderal Zia ul Haq
Sayyaf lebih jauh mengungkapkan, Zia ul
Haq pernah mengatakan bahwa nasib dirinya berada di tangan CIA. Karena
itu, lanjutnya, Zia ul Haq ke mana pun pergi selalu meminta ditemani
Dubes Amerika Serikat di Islamabad yang akhimya memang tewas bersamanya
dalam satu pesawat yang meledak begitu lepas landas.(Jenderal Zia ul-Haq
bersama Duta Besar Amerika Serikat dibunuh dengan meledakkan pesawt C-130 yang dinaikinya dengan senjata ELF)
Abdurassul Sayyaf
Perbedaan pendapat antara Zia ul Haq
dan pemerintah Amerika Serikat (Amerika Serikat), ungkap Sayyaf,
menyangkut soal masa depan Afghanistan pasca hengkangnya Uni Sovyet. Zia
ul Haq bersikeras Afghanistan harus menjadi negara Islam, sedangkan
Amerika Serikat menginginkan pemerintah Afghanistan lebih sekuler dan
berafiliasi ke Barat. Perbedaan pendapat tersebut ternyata harus
dibayar mahal oleh Zia ul Haq yang membawa kematiannya secara tragis.
Setelah itu, tokoh Ikhwanul Muslimin
asal Palestina, Syaikh Abdullah Azzam -yang dikenal anti Amerika Serikat
- juga tewas akibat ledakan bom mobil di Kota Peshawar.
Syaikh Abdullah Azzam
Dalam cerita yang lain lagi, seorang
perwira Amerika yang pernah berperang di Korea mengingat, bagaimana
artileri Amerika menembakkan meriam yang berpeluru selebaran yang
ditujukan ke suatu lembah yang berlereng curam di Korea Utara. Selebaran
itu menjanjikan perlakuan yang aman dan baik sebagai tawanan perang
sampai perdamaian dapat dipulihkan. Tak lama setelah selebaran itu
ditembakkan, salah seorang dari dua orang infanteri Cina muncul dari
pepohonan, memungut selebaran itu. Beberapa menit kemudian terlihat dari
pos artileri bahwa ratusan tentara Cina sedang menuju ke arah Markas
Besar Komando PBB. Akhirnya nampak sekitar dua atau tiga ribu dari
mereka. Apakah yang terjadi waktu itu? Perwira tersebut menyatakan bahwa
mereka mengisi lagi meriam mereka dengan amunisi anti personal lalu
menghabisi tentara Cina yang akan menyerah tersebut.
Dalam sejarah terungkap bahwa cara-cara
pembentukan opini tersebut mulai digunakan oleh Amerika dalam Perang
Dunia II melawan apa yang disebut fasisme, untuk mendapatkan dukungan
dari dalam negeri dan menyakinkan bahwa mereka adalah .penyelamat bagi
Eropa waktu itu. Propaganda dan pembentukan opini tersebut
kemudianberlanjut dalam perang dingin melawan musuh Amerika dengan apa
yang disebut sebagai bahaya komunisme.
Indonesia pun. pernah merasakan dan
menerima akibat daripropaganda tersebut pada masa-masa penjungkalan
Soekarno dari tampuk kekuasaan. Akan tetapi dominasi Amerika Serikat
terhadap Indonesia tidak saja hanya dengan perang informasi atau perang
urat syaraf, campur tangan secara langsung dan fisikpun dilakukan demi
kepentingan Amerika di Indonesia. Cuplikan tulisan dari Maruli Tobing di
harian Kompas kiranya dapat memberikan gambaran tersebut.
Jenderal A.H. Nasution
PERTENGAHAN tahun 1958 Cedung Putih
akhirnya harus mengakui kegagalannya "menegakkan demokrasi" dan
"membendung komunisme" di Indonesia. KSAD Jenderal AH Nasution yang
disebut Amerika Serikat sebagai anti-komunis, bergerak di luar
perkiraan. Ia menerjunkan para pasukan merebut Bandara Pekanbaru. Dari
pantai timur, didaratkan marinir untuk menggunting pertahanan
pemberontak, Alhasil, Dumai yang merupakan ladang minyak Caltex,
berhasil diamankan.
Pasukan Kolonel Akhmad Husein
kocar-kacir, meninggalkan segala peralatan perang, termasuk senjata anti
serangan udara yang belum sempat digunakan. Mereka tidak mengira
serangan dadakan itu. Pesan rahasia dari Armada VII Amerika Serikat agar
meledakkan Caltex tidak sempat lagi dipikirkan. Padahal ini nantinya
akan dijadikan kunci intervensi Amerika Serikat ke Indonesia. Dua
batalyon marinir Amerika Serikat sudah siaga penuh. Dalam tempo 12 jam,
marinir ini akan tiba di Dumai.
Sejak itu sesungguhnya tamatlah riwayat
PRRI yartg dimotori para kolonel pembangkang serta tokoh PSI dan
Masyumi. Pentagon tercengang. Pasukan PRRI makin terdesak, walaupun
Sumitro Djojohadikusumo sebagai wakil PRRI di pengasingan tetap optimis.
Kota demi kota berhasil direbut TNI hingga akhirnya para pemberontak
hanya mampu melakukan perang gerilya terbatas. Bersamaan dengan itu
dukungan rakyat kepada pasukan Kolonel Simbolon, Kolonel Zulkifli Lubis,
Kolonel Akhmad Husein, Kolonel Dahlan Djambek, dan sejumlah perwira
menengah lainnya, makin menciut. Bahkan terjangkit perpecahan intern.
CIA gagal membaca situasi. Atas
rekomendasi CIA pula sedikitnya Amerika Serikat telah mengedrop
persenjataan bagi 8.000 prajurit pemberontak. Ini belum mencakup meriam,
mortir, senapan mesin berat, dan senjata antitank. Amerika Serikat
juga melatih sejumlah prajurit Dewan Banteng dan Dewan Gajah, yang
diangkut dengan kapal selam menuju pangkalan militernya di Okinawa,
Jepang. Keunggulan dalam sistem persenjataan dan pendidikan militer
temyata bukan jaminan superioritas dalam setiap pertempuran. Penguasa
Gedung Putih mulai patah semangat. Tanda kekalahan kelompok yang
dibantu, yang disebutnya "patriot" sejati itu, makin jelas. Tetapi, CIA
dengan intelijen AL AS, tetap memasok informasi keliru., Dalam
laporannya, kekalahan pemberontak anti-komunis akan mengguncang Malaya,
Thailand, Kamboja, dan Laos. Ini sangat berbahaya. Atas pertimbangan
itu, Amerika Serikat akhirnya tetap melanjutkan bantuan pada
pemberontak, khususnya Permesta di Sulawesi Utara.
Belajar dari kekalahan PRRl di Sumatera,
di Sulawesi Utara penerbang Amerika Serikat dan Taiwan memberi
perlindungan payung udara bagi Permesta. Pesawat pembom malang-melintang
memutus jalur transportasi laut. Ambon, Makassar, bahkan Balikpapan
dihujani bom. Korban terus berjatuhan. Namun, semua usaha ini juga
menemukan kegagalan untuk menekan Jakarta. Ofensif dibalas dengan
ofensif. JenderaI Nasution terus mengerahkan pasukan terbaiknya untuk
merebut satu per satu pertahanan Permesta. Puncaknya ketika AL RI
menembak jatuh pesawat pembom yang dikemudikan Alien Pope, warga negara
Amerika Serikat, di TeIuk Ambon pada 18 Mei 1958. Peristiwa ini tidak
saja mengejutkan publik Amerika Serikat, tetapi juga masyarakat
internasional. ApaIagi Allen Pope mengaku bekerja untuk CIA. Kecaman
terhadap agresi Amerika Serikat mulai mengalir.
Tanpa sedikit pun merasa bersalah,
Amerika Serikat kemudian dengan gampang putar haluan. Dari membantu
peralatan perang dan pelatihan pemberontak, serta menyebarkan informasi
bohong mengenai ancaman komunis terhadap stabilitas Asia Tenggara jika
pemberontak kalah, Gedung Putih kemudian memutuskan membantu ekonomi dan
militer Indonesia.
Dwight D. Eisenhower
Namun, kebijakan baru ini bukan
berarti terputusnya hubungan dengan pemberontak yang disebutnya masih
punya "masa depan" itu. MeIaIui jaringan CIA, sejumlah senjata ringan
masih dipasok bagi DI/TII di Sulawesi dan Aceh, serta Permesta di Sulut.
Presiden Eisenhower menyebutnya sebagai "bermain di dua pihak".
KEBIJAKAN bermuka dua ini, tanpa peduli
apa dan berapa banyak korban jiwa dan harta benda. Lantas di balik
selubung bahaya ancaman komunisme, Amerika Serikat selalu berhasiI
memperdayai elite militer dan politik Indonesia. Gambaran Iebih jeIas
mengenai Indonesia dikemukakan Presiden Eisenhower dalam konferensi
guberur negara bagian Amerika Serikat tahun 1953. Ia mengatakan bahwa
sumbangan Amerika Serikat sebesar 400 juta dollar AS membantu Perancis
dalam perang Vietnam bukanlah sia-sia. Jika Vietnam jatuh ke tangan
komunis, negara tetangganya akan menyusul pula. "Kita tidak boleh
kehilangan Indonesia yang sangat kaya sumber daya aIamnya," ujamya. Bagi
Amerika Serikat, di dunia ini hanya dikenaI dua blok, yaitu komunis dan
liberal. Di luar jalur itu dikategorikan sebagai condong ke komunis.
Maka dengan kosmetik demikianlah bagi Amerika Serikat tidak ada ampun
untuk seorang nasionalis seperti Soekarno. Tahap pertama operasi
intelijen dengan membantu dana dua partai politik besar yang disebutnya
anti-komunis, agar bisa merebut suara dalam Pemilu 1955. Perolehan suara
ini diharapkan akan mengurangi dukungan bagi Soekamo.
Perkiraan ini meleset. PKI yang paling
tidak disukai Amerika Serikat dan dianggap loyal terhadap Soekarno,
justru memperoleh jumlah suara mengejutkan, hingga menempatkannya di
urutan kelima. Padahal tujuh tahun sebelumnya,atau tahun 1948, PKI sudah
dihancurkan dalam peristiwa Madiun.Peristiwa Madiun yang diprakarsai
Muso tidak lama setelah kembali dari pengembaraannya di dunia
Marxisme-Leninisme di Uni Sovyet, mustahil dapat dipadamkan tanpa sikap
tegas Bung Karno.CIA tidak memahami ini. Bung Karno tetap dianggap
condong ke blok komunis. ltu sebabnya setelah gagal mendanai dua partai
politik dalam pemilu, CIA kemudian mencoba cara lain yang lebih keras,
yaitu "menetralisir" Bung Karno.
Ir. Soekarno
Peristiwa penggranatan tanggal 30
November 1957 atau lebih dikenal dengan sebutan Peristiwa Cikini,
misalnya, tidak bisa dilepaskan dari skenario CIA. Walaupun bukti dalam
peristiwa yang menewaskan 11 orang dan 30 lainnya cedera masih
simpang-siur, tetapi indikasi keterlibatan CIA sangat jelas. Pengakuan
Richard Bissell Jr, mantan Wakil Direktur CIA bidang Perencanaan pada
masa Allan Dulles, kepada Senator Frank Church, Ketua Panitia Pemilihan
Intelijen Senat tahun 1975, yang melakukan penyelidikan atas kasus
tersebut, membuktikan itu. Ia menyebut sejumlah nama kepala negara,
termasuk Presiden Soekarno, untuk "dipertimbangkan" dibunuh. Bagaimana
kelanjutannya, ia tidak mengetahui. Bung Karno sendiri yakin CIA di
belakang peristiwa ini. David Johnson, Direktur Centre for Defence
Information di Washington, juga membuat laporan sebagai masukan bagi
Komite Church.
Peristiwa Cikini yang' dirancang Kolonel
Zulkifli Lubis, yang dikenal sebagai pendiri intelijen Indonesia;
bukanlah satu-satunya-upaya percobaan pembunuhan atas Bung Karno.
Maukar, penerbang pesawat tempur TNI AD, juga pemah menjatuhkan bom dan
menghujani mitraliur dari udara ke istana Presiden. Presiden Eisenhower
sendiri memutuskan dengan tergesa persiapan invasi ke Indonesia sepekan
setelah percobaan pembunuhan yang gagal dalam Peristiwa Cikini. Ia makin
kehilangan kesabaran. Apalagi peristiwa itu justru makin memperkuat
dukungan rakyat pada Bung Karno.
JF Kennedy
Ketegangan Bung Karno dengan Gedung
Putih mulai mengendur setelah Presiden JF Kennedy terpilih sebagai
Presiden Amerika Serikat. Ia malah mengundang Bung Kamo berkunjung ke
Washington. Dalam pandangan Kennedy, seandainya pun Bung Karno membenci
Amerika Serikat, tidak ada salahnya diajak duduk bersama. Kennedy yang
mengutus adiknya bertemu Bung Karno di Jakarta, berhasil mencairkan hati
proklamator ini hingga membebaskan penerbang Allan Pope.
Begitu Kennedy tewas terbunuh, suatu hal
yang membuat duka Bung Karno, hubungan Jakarta- Washington kembali
memanas. Penggantinya, Presiden Johnson yang disebut-sebut di bawah
"todongan" CIA, terpaksa mengikuti kehendak badan intelijen yang
"mengangkatnya" ke kursi kepresidenan, Pada masa ini pula seluruh
kawasan Asia Tenggara seperti terbakar. CIA yang terampil dalam perang
propaganda, kembali menampilkan watak sesungguhnya. Fitnah dan berita
bohong mengenai Bung Karno diproduksi dan disebar melalui jaringan media
massa yang berada di bawah pengaruhnya. Tujuannya mendiskreditkan
proklamator itu. Hanya di depan publik menyatakan gembira atas kebebasan
Allan Pope, tetapi diam-diam diproduksi berita bahwa kebebasan itu
terjadi setelah istri Alliin Pope berhasil merayu . Bung Karno. Sedang
pengeboman istana oleh Maukar, diisukan secara sistematis sebagai tindak
balas setelah Bung Karno mencoba menggoda istri penerbang itu. CIA
terus melakukan berbagai trik perang urat syaraf mendiskreditkan Bung
Karno. Termasuk di antaranya Bung Kamo berbuat tidak senonoh terhadap
pramuria. Sovyet dalam penerbangan ke Moskwa. Jauh sebelum itu,
Sheffield Edwards, Kepala.Keamanan CIA
pada masa Allan Dulles, pernah meminta bantuan Kepala Kepolisian Los
Angeles untuk dibuatkan film cabul dengan peran pria berpostur seperti
Bung Kamo.
Dalam satu artikel di majalah Probe, Mei 1996, Lisa Pease yang mengumpulkan berbagai arsip dan dokumen, termasuk dokumen CIA yang sudah dideklasifikasikan, menyebut yang terlibat dalam pembuatan film itu Robert Maheu, sahabat milyarder Howard Hughes, serta bintang terkenal Bing Crosby dan saudaranya.
Dalam satu artikel di majalah Probe, Mei 1996, Lisa Pease yang mengumpulkan berbagai arsip dan dokumen, termasuk dokumen CIA yang sudah dideklasifikasikan, menyebut yang terlibat dalam pembuatan film itu Robert Maheu, sahabat milyarder Howard Hughes, serta bintang terkenal Bing Crosby dan saudaranya.
Allan Dulles
Terhadap pandangan pihak lain yang
tidak mengikuti agenda Amerika, maka tekanan dan ancaman bahkan serangan
fisik dilakukan oleh Amerika Serikat. Hal ini terjadi atas jaringan
stasiun televisi Al-Jazeraa. Atas desakan Amerika Serikat, Menteri Luar
Negeri Qatar Syeikh Hamad bin Jassim Al-Thani Kamis mengatakan ia
mengupayakan suatu peninjauan atas liputan berita jaringan televisi Arab
AI-Jazeraa mengenai Irak dan berjanji akan menanggapi keluhan Amerika
Serikat yang menyatakan peliputan televisi Arab mengenai Irak itu tidak
berimbang, tidak tepat dan sangat anti-Amerika. Seorang pejabat Deplu
Amerika Serikat, yang minta tidak disebutkan namanya, mengatakan awal
pekan ini, Amerika Serikat berusaha membujuk pemerintah Qatar agar
menghentikan dananya kepada Al-Iazeraa, dengan berpendapat bahwa
sentimen anti-Amerika yang meningkat di kawasan itu bukan lah merupakan
kepentingan nasional Qatar.
Osama bin Laden
Akibat dari suara miring Al-Jazeraa
tersebut kantor mereka di Baghdad diserang dengan rudal dan satu
wartawan Al-Jazeraa tewas dalam serangan tersebut. Jadi jelas kiranya
bahwa Indonesia memiliki arti penting bagi Amerika Serikat, sehingga
mereka mau "bersusah payah" dan terus melakukan intervensi dari segala
aspek kehidupan bangsa Indonesia. Bukan merupakan keanehan apabila
"Perang Melawan Terorisme" yang mengambil panggung di Indonesia adalah
merupakan bagian politik subversif Amerika terhadap Indonesia. Apalagi
kita semua tahu bahwa Amerika memiliki ambisi untuk menjadi penguasa
dunia yang sesungguhnya.
Apa yang dinyatakan dalam isi pidato
Bush dan New Security Concept - 2002 - doktrin pertahanan yang dilansir
pada tahun 2002 - memaparkan secara gamblang tentang impian gila Amerika
Serikat untuk menjadi "Raja' Dunia" secara penuh dengan memaksakan
dominasi politik, ekonomi dan militernya atas dunia. Abad dan milenium
baru ini benar-benar menggiring kita untuk menyaksikan adanya sebuah
kekaisaran baru. Yakni Kekaisaran Amerika Serikat. Untuk menguatkan hal
ini, kita dapat menyimak dengan jelas bagaimana pemerintah Presiden Bush
telah mengeluarkan kebijakan baru Amerika yang mendeklarasikan
kewenangannya untuk melakukan serangan militer tanpa pemberitahuan,
pemberitahuan atas nama penyelamatan kepentingan dan keamanan
nasionalnya. Juga, pengumuman Bush bahwa pemerintahannya akan
menggunakan kekerasan militer bila semua bangsa di dunia tidak
menerapkan nilai-nilai Americana berupa kebebasan, demokrasi serta
membuka lebar-lebar pintu perdagangan bebas dan investasi intemasional
yang diguIirkannya.
George H. Bush
Atas nama penanggulangan masalah
terorisme puIa, pemerintah Amerika Serikat teIah terlihat berikrar
untuk semakin mengembangkan kemampuan teknologi senjata dan miIiternya.
Hal ini pula yang kemudian disertai dengan langkah pemerintah Bush yang
membataIkan kesepakatan RudaI anti-peluru Kendali (ABM Treaty 1972).
Akibat dari pembatalan tersebut, Amerika Serikat semakin leluasa
mengembangkan sistem Pertahanan Peluru Kendali dengan dua komponen
utamanya, yaitu Pertahanan Rudal Nasional (Nasional Missile Defence-NMD)
dan Pertahanan Rudal Teater (Theatere Missile Defence - TMD). Pelbagai
kebijakan terbaru pemerintah Bush seperti tertuang dalam NSS-2002 di
atas telah memungkinkan Amerika Serikat untuk menuding negara atau
keIompok mana pun sebagai aktor kejahatan. Dalam hal ini, telah memvonis
secara sepihak negara-negara yang dinilainya sebagai Poros Setan atau
'Axis of Evil'. Label menyeramkan ini telah disematkan Presiden, Bush ke
pundak Baghdad, Teheran dan Pyongyang. Dan Irak, berdasarkan penilaian
sepihak Amerika Serikat, telah di anggap membahayakan keamanan nasional
Amerika sehingga pemerintah Presiden Bush memutuskan menggempur negeri
itu dan menumbangkan pemerintahan Saddam Hussein.
Keinginan Amerika Serikat untuk tampil
sebagai Kaisar Dunia bukan merupakan kekaisaran global yang pertama kali
muncul. Sebab dari abad ke-16 hingga18, dunia juga telah menyaksikan
kekaisaran Spanyol. Juga abad ke-19, dimana Inggris tampil sebagai
Kaisar Dunia. Yang membedakan antara kekaisaran Amerika Serikat di abad
dan milenium baru ini dengan kekaisaran Spanyol dan Inggris adalah
Amerika Serikat tampil sebagai satu-satunya negara yang memiliki
kekuatan sangat besar, baik itu ekonomi maupun militer. Juga tidak ada
kekuatan-kekuatan lain yang dapat dikatakan sejajar dengan kekuatan
Amerika pada saat sekarang. Kekuatan militer
Itulah yang menjadi agenda sesungguhnya dibalik "perang melawan terorisme".
Daftar Bacaan
- Abdul Halim Mahaly, Membongkar Ambisi Global Amerika Serikat, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2003.
- Nancy Snow, Propaganda, Inc. Menjual Budaya Amerika ke Dunia, Penerbit Opini, Jakarta 2003 .
- Maruli Tobing. Harian Kompas, edisi 2002, 2003, 2004.
- Ahmad Syafi'i Ma'arif, Harian Republika edisi 2004
- Harian Washington Post
- Harian The New York Time
Sumber: Pengantar Buku "Teroris=Islamis, Kerancuan Dibalik Perburuan Para Teroris" oleh Munarman SH,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar